Keterbukaan Ekonomi di Era Normal Baru

Pandemi Covid-19 yang berlangsung cukup lama dan sampai sekarang belum berakhir di banyak negara mengubah perilaku banyak individu rumah tangga maupun perusahaan. Ancaman kesehatan yang membuat kontak sosial sangat dibatasi jelas berdampak pada menurunnya kemampuan produksi, pertukaran, dan konsumsi di lingkup lokal, nasional, bahkan global. 

Hal itu dibahas dalam webinar “Keterbukaan Ekonomi di Era Normal Baru” yang diinisiasi Pusat Studi Ilmu Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) bekerja sama dengan Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi (IKA FE) UNPAR, pada Kamis (15/7/2021) secara daring. Menghadirkan tiga pembicara yaitu Yulius Purwadi Hermawan, Drs., M.A., Ph.D. (Dosen Ilmu Hubungan Internasional UNPAR); Dr. Chandra Utama, S.E., M.M., M.Sc. (Dosen Ilmu Ekonomi UNPAR); dan Rino S. Donosepoetro, M.B.A. (Komisaris Utama Standard Chartered Bank Indonesia).

Dalam webinar tersebut dibahas tiga topik, yaitu perihal situasi global yang akan ikut membentuk pemain dan aturan main di tataran global, peran lembaga keuangan (perbankan) internasional, dan kerangka pikir ekonomi makro terbuka.

Turut hadir memberi sambutan jajaran dosen dari FE UNPAR, Yanuarita Hendrani, Ph.D., dan Ivantia Savitri Mokoginta, Ph.D. Serta Ketua IKA FE UNPAR Antonius Fransiscus Alijoyo. Serta dimoderatori oleh Dr. Miryam B.L. Wijaya.

Yulius Purwadi Hermawan, Drs, M.A., Ph.D menyoroti seperti apa situasi politik global yang akan ikut membentuk pemain dan aturan main di tataran global. Menurut dia, pertanyaan sederhana terkait keterbukaan ekonomi adalah apakah perekonomian negara semakin terbuka? Dan tampaknya para ahli ekonomi menyebut bahwa sejak pandemi ada kecenderungannya malah lebih tertutup.

“Banyak alasan tentu saja dipaksa tertutup. Mobilitas manusia dibatasi dan saya kira itu masuk akal. Lalu kebijakan-kebijakan ekonomi nasionalis berkembang dimana-mana. Saya sepakat ada kecenderungan ketertutupan,” tuturnya.

Jika bicara krisis yang terjadi saat ini dan dampaknya terhadap keterbukaan ekonomi, ini mengingatkan kita kepada dua krisis sebelumnya, yaitu krisis 2008 dan krisis 2020.

Krisis 2008 menunjukkan keterbukaan ekonomi adalah tuntutan untuk solusi krisis. Lalu G20 di-upgrade Amerika Serikat menjadi KTT untuk merangkul China supaya tetap terbuka ‘berdagang dengan AS’, dan multilateralisme menjadi prinsip (hingga Trump menjadi Presiden AS).

Sementara krisis 2020 mengindikasikan pandemi Covid-19 memaksa negara membatasi mobilitas manusia, barang, dan jasa melintas batas negara. Lalu awalnya China yang ‘diisolasi’ sebagai asal muasal pandemi namun kemudian muncul sebagai salah satu ‘hero‘. Krisis 2020 juga berpotensi memunculkan sistem finansial alternatif.

“Jika berbicara situasi politik global, maka kita bicara sistem. Sistem seperti apa yang terbentuk akan bergantung pada unit-unit sistem itu. Bahasa sederhananya adalah negara-negara dalam sistem. Kita mengenal ada yang namanya sistem unipolar, bipolar, dan multipolar,” ujarnya.

Lebih lanjut, implikasi politik global terhadap keterbukaan ekonomi dalam era normal baru dinilai mengindikasikan tiga hal. Pertama, dalam jangka pendek negara akan mengandalkan sumber-sumber nasional untuk amankan rantai pasok, dalam konteks dibatasinya mobilisasi orang, barang, dan jasa.

Kedua, jika skenario deglobalisasi benar telah terjadi di periode 2015-2019, keterbukaan akan menjadi “endemik” dalam jangka yang lebih panjang. Terakhir, hasilnya adalah sistem finansial baru, penguatan arsitektur keuangan internasional (IFA), reformasi rezim lembaga keuangan internasional (perbankan), transparansi MDBs, peran credit rating agencies, reformasi rezim perpajakan lintas batas negara, dan lainnya.

Sementara itu, Rino S. Donosepoetro, M.B.A menyoroti peran lembaga keuangan (perbankan) internasional. Dalam hal ini, bicara soal regionalisasi ada isu yang implisit yang ingin dimunculkan bahwa pandemi ada dan harus dihadapi, tetapi digitalisasi, isu sustainability dengan SDGs-nya akan tetap menjadi peluang untuk terus meningkatkan aktivitas ekonomi walaupun pandemi masih ada.

Di sisi lain, Dr. Chandra utama, S.E., M.M., M.Sc., mengarahkan pada bagaimana semua hal itu dapat dipahami dalam kerangka pikir ekonomi makro terbuka. Menurut dia, setelah krisis ekonomi global tahun 2008-2009 banyak sekali studi tentang krisis global. Lalu dengan adanya krisis akibat Covid-19 ini, dinilai tren ke depan akan berubah.

“Bahwa tren ke depan akan banyak juga studi tentang itu. Kita belum memulai, tapi sudah banyak yang mulai meneliti tentang itu,” katanya.

Dia pun menjelaskan sejumlah tantangan dari luar. Pertama, divergensi pemulihan ekonomi akibat Covid-19 berakibat pada perbedaan dampak Covid-19 terhadap perekonomian banyak negara.

Lalu adanya perbedaan suku bunga antara dalam dan luar negeri dan uang beredar yang tinggi akibat kebijakan bank sentral dunia mengakomodasi pembiayaan Covid-19 akan berpengaruh pada arus dana (capital flow) ke dalam negeri. Selanjutnya, terjadi peningkatan inflasi dunia pasca pandemi akan berpengaruh pada ekspor. Serta utang pemerintah di berbagai negara akan diakomodasi oleh bank sentral dengan QE (quantitative easing).

“Tantangan dari luar bahwa negara maju sudah mulai pulih, negara berkembang belum selesai. Berarti ini nanti ada divergensi pemulihan perekonomian juga. Bahwa luar lebih duluan pulih, dibanding negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Itu tergantung berapa cepat kita memvaksin seluruh masyarakat ,” tuturnya. (Ira Veratika SN-Humkoler UNPAR)

Artikel Keterbukaan Ekonomi di Era Normal Baru diambil dari situs web Universitas Katolik Parahyangan.

Berita Terkini

Menilik Relasi Masyarakat Baduy dan Agama dalam Sudut Pandang Geise

Menilik Relasi Masyarakat Baduy dan Agama dalam Sudut Pandang Geise

UNPAR.AC.ID, Bandung – Sampai saat ini, masyarakat sering kali menghakimi atau mendiskriminasi suatu golongan tertentu yang masih kental dengan adat serta budaya seperti masyarakat adat, serta mengaitkannya dengan agama. Namun, Mgr. Geise, seorang misionaris sekaligus...

Kontak Media

Divisi Publikasi

Kantor Pemasaran dan Admisi, Universitas Katolik Parahyangan

Jln. Ciumbuleuit No. 94 Bandung
40141 Jawa Barat

Jul 16, 2021

X